Inilah Kisah Teladan Nabi Muhammad SAW

Inilah Kisah Teladan Nabi Muhammad SAW – Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW sebagai seorang rasul sekaligus pemimpin bagi umat muslim. Allah menganugrahi Rasulullah berbagai rahmat dan segala keistimewaan. Rasulullah SAW diutus Allah SWT dengan segala kebaikan dan akhlak yang mulia dimana ada keteladan padanya. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Surat Al Ahzab ayat 21 yang bunyinya:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al Ahzab  21)

Untuk lebih jelasnya simak artikel PengetahuanIslam.com berikut ini.

Inilah Kisah Teladan Nabi Muhammad SAW

Dari beberapa kisah yang wajib kita ketahui selain Sifat Wajib Allah, kita juga harus mengetahui sifat dan keteladanan Nabi Muhammad SAW. Adapun keteladanan nabi dan kisah Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

Memiliki kewaspadaan yang tinggi

Pada suatu malam Aisyah RA mendapati Rasulullah SAW tidak bisa tidur dan hanya membolak-balik tubuhnya diatas ranjang penuh dengan gelisah. Ia pun bertanya,

Wahai Rasulullah, mengapa tidak tidur semalaman?” Rasulullah lalu menjawab, “Hari ini aku menemukan sebuah kurma di tengah jalan, kemudian aku ambil buah itu dan memakannya karena aku pikir lebih baik dimakan daripada busuk dan terbuang sia-sia, sekarang aku merasa gelisah karena siapa tahu jika kurma yang kumakan itu termasuk harta sedekah.”

Memotong lidah seseorang

Nabi Muhammad SAW tidak pernah berkata ataupun berlaku kasar kepada mereka yang selalu menghinanya. Pernah pada suatu kisah menceritakan tentang bagaimana Rasulullah SAW memotong lidah seseorang.

Diceritakan dalam sejarah islam pada saat perang Hunain yang mana melawan Suku Hawazin dan Quraisy dipimpin oleh Alabak. Rasulullah Saw dan pasukannya berhasil mengalahkan kaum Quraisy dan mendapatkan banyak harta rampasan perang. Rasulullah sedang membagi-bagikan empat perlima dari harta rampasan perang yang diperoleh kepada orang-orang ikut berperang.

Sedangkan seperlimanya untuk Rasulullah sendiri dan dibagikannya kepada anggota keluarga yang beliau kehendaki. Dari salah seorang penerima, Abbas seorang penyair merasa tidak puas atas apa yang ia peroleh dan ia mengumpat Rasulullah SAW dengan cara membacakan syair yang tidak mengenakkan. Rasulullah mendengar syair tersebut kemudian tersenyum dan berkata“Bawa orang itu pergi dari sini dan potong saja lidahnya!”

Umar yang saat itu sedang marah melihat perbuatan Abbas hampir saja melaksanakan perintah Rasulullah untuk memotong lidahnya namun Ali tiba-tiba menyeret Abbas dan membawanya ke lapangan dimana binatang ternak rampasan dikumpulkan. “Ambillah sebanyak yang kau mau“Apa?” Tanya Abbas kepada Ali dengan rasa tak percaya. “Beginikah cara Nabi memotong lidahku? Demi Allah, aku tidak akan mengambil sedikitpun harta ini“ kata Abbassambil menahan malu.

Sikap Rasul terhadap hamba sahaya

Seorang hamba sahaya yang bernama Zaid sebelum masuk Islam adalah seorang Nasrani. Ia ikut berpergian dalam suatu kafilah namun ada suatu gerombolan perampok yang menghadang mereka. Kemudian ia dijual dan jatuh ketangan Hakim yang mana Zaid diahadiahkan kepada Khadijah yaitu istri Nabi Muhammad SAW.

Suatu hari beberapa orang melihat Zaid yang pada saat itu berada di Mekkah. Kemudian mereka memberitahukan kepada ayah Zaid, yang mana kedua orang tua Zaid mencarinya kemana – mana sampai hampir putus asa. Ketika mendengar hal tersebut sang ayah langsung pergi ke Mekah untuk melihat dan menjemputnya.

Saat tiba di Mekah, Rasul bertemu dengan ayah Zaid dan di mata sang ayah yang terlihat berduka menyentuh hati Rasulullah dan kemudian ia memerdekan Zaid tanpa syarat apapun. Meskipun demikian, Zaid menolak pergi dan ia berkata,

Aku tidak akan pergi, aku lebih mencintai engkau dari pada ayah dan ibu kandungku sendiri.”

Perilaku Rasul terhadap orang lain

Pada suatu hari seorang lelaki meminta ijin untuk berbicara kepada Nabi Muhammad. Kemudian beliau berkata pada Aisyah Ra untuk mengizinkannya masuk. Beliau juga menyampaikan,

Biarkan dia masuk, orang ini dikenal orang yang paling buruk dikabilahnya,” kata Rasulullah.

Kemudian Aisyah mengizinkannya masuk dan pria itu langsung duduk di depan Rasulullah SAW. Saat berbicara dengannya, Rasul bertutur kata ramah dan penuh perhatian. Hal ini membuat istri Rasul, Aisyah heran dan bertanya kepada beliau saat pria tersebut telah pergi.

Aisyah bertanya kepada Rasulullah,

Engkau menganggap orang kisah teladan nabi muhammad secara singkat itu kasar dan buruk namun mengapa engkau berbicara dengannya dengan ramah dan lemah-lembut serta rasa hormat?

Rasulullah menjawab,

Aisyah, pria itu adalah orang yang paling buruk di dunia ini karena ia tidak mau bergaul dengan orang lain karena ia mengaggap orang lain lebih buruk darinya.

Tidak suka menyimpan harta dalam rumahnya

Pada Saat kondisi kesehatan Rasulullah yang semakin memburuk karena sakit yang beliau derita. Beliau bertanya pada istri beliau yaitu Aisyah Ra tentang uang yang ia titipkan padanya sebelum ia sakit. Beliau lupa pernah menitipkan uang dan teringat saat sakit. Rasul bertanya dengan suara parau,

Aisyah, dimana uang yang pernah kutitipkan padamu sebelum sakit?” tolong kau bagikan uang itu di jalan Allah. Karena aku akan malu bertemu Allah SWT yang dicintai, sedangkan dirumahnya masih ada timbunan dan simpanan uang”.

Ustadz Ahmad Farraj:

Kalau kita katakan Bahwa Rasulullah SAW. berdekatan dengan Allah atau Allah berdekatan dengan Rasul, apakah ini tidak termasuk tajassud (menganggap Allah berjasad / bertubuh) atau tahayuz (menganggap Allah berdimensi / berukuran / berarah) padahal Dia itu Maha Suci dari yang demikian itu?

Syekh Asy-Sya’rawi:

Telah kita yakini bahwa Allah itu ada, saya katakan bahwa saya juga ada, tetapi apakah wujud Allah itu seperti wujud saya? Saya tahu bahwa saya sekarang sedang berada dalam suatu pertemuan (aayaatinaa …”. Andai kata dia melihat Tuhannya, niscaya hal ini disebutkan secara ekplisit oleh Allah, karena hal ini merupakan perkara besar yang lebih besar dari pada melihatnya Nabi Muhammad kepada ayat-ayat Allah pada waktu Isra’ dan ketika di Sidratul Muntaha. (Tafsir Al-Kabir 7 / 740 yang dikutip oleh Syekh Muhammad Ali Ash Shabuni dalam Shafwatut Tafsir, mujallad 3, Darul Qur’an al-Karim, Beirut, 1402 H 1981 M, hal. 274) – Pen.) dengan sekelompok besar orang dan diliputi oleh televisi, dan Allah pun tahu yang demikian itu.

Apakah tahunya saya ini sama dengan tahunya Allah ?. Misalnya lagi, sya hidup dan Allah juga hidup, apakah hidupnya Allah seperti hidupnya saya? Kalau begitu, mengapa berdekatannya Allah dengan Rasul atau berdekatannya Rasul dengan Allah dikatakan seperti berdekatannya saya dengan anda?

Selama kita mengakui bahwa Allah itu Maha Suci, maka harus kita nisbatkan perumpamaan untuk Allah itu kepada kemahasucian-Nya. Kalau dikatakan bahwa “Allah bersemayam di atas Arsy…. “. sedang kita sendiri juga sering duduk di atas kursi, maka apakah bersemayamnya Allah itu sama dengan duduk kita, apakah bersemayamnya Allah itu seperti duduk saya? Jangan anda katakan bahwa istiwaknya Allah seperti istiwak saya, karena saya tidak pernah mengatakan bahwa wujud Allah itu seperti wujud saya.

Saya tidak pernah mengatakan ilmu saya seperti ilmu Allah, tidak pernah mengatakan pengetahuan Allah seperti pengetahuan saya, tidak pernah mengatakan kekayaan-Nya seperti kekayaan saya, tidak pernah mengatakan bahwa hidup-Nya seperti hidup saya.

Kalau mereka mengatakan bahwa berdekatan atau aktifitas “mendekat” itu merupakan sifat bagi benda-benda sedangkan Allah Maha Suci dari sifat-sifat kebendaan, maka kita wajib menisbatkan suatu aktifitas itu kepada pelakunya, kita kembalikan aktifitas “mendekat” di sini kepada Allah Yang Maha Suci dalam Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya.

Kalau di dalam suatu hadist disebutkan bahwa Allah turun ke langit dunia pada setiap malam,

Adakah orang yang hendak bertaubat lantas Aku terima taubatnya, atau meminta ampun lalu Aku ampuni…. ?”.

Maka saya tidak menggambarkan turun-Nya itu seperti cara saya turun. Kenapa ?. Karena Dia itu Maha Suci, laisa kamitslihii syai-un, tidak ada sesuatu pun yang seperti Allah. Jika ada suatu sifat yang sama penyebutnya dengan sifat sifat atau aktifitas itu kepada Allah sendiri saja. Kalau ada sifat Allah yang sama penyebutnya dengan sifat saya, maka saya yakin hakekat Allah tidak sama dengan sifat saya, Dia Maha Suci, Dzat-Nya tidak seperti dzat saya, sifat-Nya tidak seperti sifat saya, dan perbuatan-Nya juga tidak seperti perbuatan saya.

Demikian artikel Pengetahuan Islam tentang Inilah Kisah Teladan Nabi Muhammad SAW. Semoga dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan untuk kita semua. Terimakasih.

Leave a Comment