Inilah Beberapa Macam-Macam Nafkah Dalam Islam – Sahabat Muslim, sebagai seorang istri tentu kita menginginkan suami yang bisa menafkahi dan mengetahui tentang macam-macam nafkah. Agar dalam sebuah keluarga mengetahui dimana posisi mereka dan terhindar dari perselisihan untuk lebih saling memahami.
Nah untuk itu Sahabat, dalam kesempatan ini kita akan membahas apa saja macam nafkah dalam islam? Untuk lebih jelasnya mari kita simak artikel Pengetahuan Islam berikut ini.
Inilah Beberapa Macam-Macam Nafkah Dalam Islam
Pembahasan nafkah lintas mazhab sangat luas sekali, terlebih makalah yang kecil ini tidak memiliki ruang yang banyak untuk mencantumkan seluruh pendapat mazhab yang empat. Akhirnya penulis memutuskan untuk mengambil pendapat mazhab kita saja, yaitu mazhab Imam Syafi’i Radhiyallahu ‘Anhu.
Nafkah Kepada Diri Sendiri
Serendah-rendahnya nafkah yang diwajibkan syariat adalah kepada diri sendiri karena inilah pintu untuk dapat memberikan nafkah kepada orang lain. Jenis barang yang wajib dinafkahkan tidak keluar dari tiga benda yaitu:
- Sandang / Pakaian
- Pangan / Makanan dan
- Papan / Tempat tinggal
Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ عَنْ أَهْلِكَ فَلِذِي قَرَابَتِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا يَقُولُ بَيْنَ يَدَيْكَ وَعَنْ يَمِينِكَ وَعَنْ شِمَالِكَ
Artinya : “Mulailah dengan dirimu, bersedekahlah padanya. Jika ada kelebihan, maka untuk keluargamu. Jika ada kelebihan dari keluargamu, maka untuk kerabatmu. Jika ada kelebihan dari kerabatmu, maka begini dan begini -beliau bersabda: – yang ada di hadapanmu, di samping kananmu dan di samping kirimu.” (Hadits Nasai Nomor 2499)
Nafkah Ushul Kepada Furu’
Nafkah anak diwajibkan kepada ayah (dan seluruh ushul diatasnya). Jika ayah tidak ada maka ayahnya ayah (kakek) yang menggantikan dan begitulah seterusnya ke atas.
Syarat-syarat diwajibkan nafkah kepada furu’ atas ushul
Ushul yaitu memiliki harta yang lebih di luar makanannya sendiri dan makanan istrinya selama masa satu hari satu malam
Furu’ yang mana harus fakir (tidak mampu bekerja) dan di samping fakir juga disyaratkan harus tergolong kepada salah satu dari yang tiga di bawah ini:
- Masih kecil
- Lemah
- Gila
Maka kalau si anak sudah mampu bekerja, gugurlah kewajiban si ayah untuk menafkahinya. Kalau si anak tidak mampu bekerja karena masih menuntut ilmu, harus dilihat jenis ilmu yang dituntutnya. Kalau itu adalah ilmu primer buat dirinya seperti ilmu akidah dan ibadah maka tetap wajib dinafkahi.
Namun jika ilmu-ilmu umum yang bersifat sekunder seperti ilmu kedokteran dan industri maka tidak wajib dinafkahi. Di sini si ayah tinggal memilih apakah bersedia menafkahi anaknya itu atau memaksa anaknya untuk meninggalkan studinya dan menyuruhnya bekerja.
Perlu diingat bahwasanya nafkah ushul kepada furu’ ini bukan pemindahan kepemilikan sebagaimana jual beli (tamliki) sehingga bisa dianggap hutang kepada si anak apabila si ayah tidak berkenan menafkahi anaknya. Karena ini adalah bentuk pemindahan harta secara tolong menolong saja (tamkini)
Nafkah Furu’ Kepada Ushul
Sebagaimana diwajibkan nafkah kepada furu’ atas ushul begitu pula diwajibkan nafkah kepada ushul atas furu’ seperti ayah, ibu, kakek, nenek dan seterusnya ke atas.
Syarat-syarat diwajibkannya nafkah kepada ushul atas furu’
Furu’ memiliki harta berlebih di luar nafkah diri dan istrinya sendiri sehari dan semalam.
Ushul harus fakir (tidak tercukupi kebutuhan primernya, baik dia mampu bekerja ataupun tidak mampu).
Terlebih nafkah kepada ibu, ini harus betul-betul diperhatikan karena ibu kedudukannya lebih tinggi dari kedudukan seorang ayah dan perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk memperhatikan ibu itu tiga kali lipat lebih besar daripada perhatian kepada ayah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi Radhiyallahu ‘Anhu:
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَبَرُّ قَالَ أُمَّكَ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ أُمَّكَ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ أُمَّكَ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبَاكَ ثُمَّ الْأَقْرَبَ فَالْأَقْرَبَ
Artinya : “Wahai Rasulullah, siapakah yang lebih berhak aku pergauli dengan baik?” beliau menjawab: “Ibumu.” Kutanyakan lagi, “Lalu siapa lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Aku bertanya lagi, “Siapakah lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Aku bertanya lagi, “Siapakah lagi?” beliau menjawab: “Ibumu.” Aku bertanya lagi, “Siapakah lagi?” beliau baru menjawab: “Kemudian barulah bapakmu, kemudian kerabat yang paling terdekat yang terdekat.” (Hadits Tirmidzi Nomor 1819)
Jika dua kondisi di bawah ini terjadi maka nafkah kepada ibu wajib hukumnya atas anak:
- Sang ayah tidak mampu memberikan infak kepada sang ibu.
- Sang ayah wafat.
Nafkah Kepada Istri
Para ulama telah berijma’ wajib hukumnya bagi suami untuk memberikan nafkah kepada istri dan dalilnya di antaranya adalah sebagai berikut:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (Surat An-Nisa’ Ayat 34)
Sebab sekarang posisinya sudah berubah. Istri yang memberi dan suami yang menerima, man yunfiq yusyraf, siapa yang memberi dia yang dimuliakan. Itu sudah kaedah umum. Jadi dalam kondisi yang demikian, suami harus memuliakan dan menghormati istri wa na’udzubillah. Sungguh syariat ini sudah terbalik jika demikian.
Agar ini tidak terjadi maka penulis menyarankan kepada para pembaca untuk mencari istri yang hartanya lebih sedikit sebagaimana anjuran imam shufi mazhab kita Imam Ghazali Rahimahullah yang pernah berkata:
ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺑﺄﺭﺑﻊ ﻭﺇﻻ ﺍﺳﺘﺤﻘﺮﺗﻪ : ﺑﺎﻟﺴﻦ، ﻭﺍﻟﻄﻮﻝ، ﻭﺍﻟﻤﺎﻝ، ﻭﺍﻟﺤﺴﺐ، ﻭﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻓﻮﻗﻪ ﺑﺄﺭﺑﻊ : ﺑﺎﻟﺠﻤﺎﻝ، ﻭﺍﻷﺩﺏ، ﻭﺍﻟﻮﺭﻉ ﻭﺍﻟﺨﻠﻖ ﻭﻋﻼﻣﺔ ﺻﺪﻕ ﺍﻹﺭﺍﺩﺓ ﻓﻲ ﺩﻭﺍﻡ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﺍﻟﺨﻠﻖ
Artinya : “Hendaknya istri itu lebih di bawah daripada suami dalam empat hal, kalau tidak, istri akan meremehkan suami: usia, tinggi, harta dan status sosial (keturunan). Dan istri harus berada di atas suami dalam 4 hal : kecantikan, adab, wara’ dan akhlaknya. Dan tanda-tanda kejujuran niat yang menginginkan agar nikahnya langgeng adalah akhlak.” (Imam Ghazali dalam Ihya Ulumiddin)
Demikian ulasan tentang Inilah Beberapa Macam-Macam Nafkah Dalam Islam. Semoga dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan untuk kita semua. Terimakasih