Rujuk adalah kembalinya suami pada istrinya yang ditalak atau dicerai dengan talak 1 (satu) atau 2 (dua) yang biasa disebut dengan talak raj’i. Adapun cara rujuk ada dua: (a) suami cukup mengatakan “Aku rujuk” maka sudah sah menjadi suami istri kembali dengan syarat apabila rujuknya itu masih dalam masa iddah; (b) rujuk dengan akad nikah baru apabila saat rujuk masa iddah istri sudah habis yang umum disebut dengan talak bain sughro. Adapun istri yang dicerai dengan talak bain kubro atau talak tiga, maka tidak bisa lagi dirujuk kecuali setelah menikah dengan pria lain.
Nama kitab: Terjemah Kitab Fathul Qorib
Judul kitab asal: Fathul Qarib Al-Mujib fi Syarhi Alfazh Al-Taqrib atau Al-Qawl Al-Mukhtar fi Syarh Ghayatil Ikhtishar (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب أو القول المختار في شرح غاية الإختصار)
Pengarang: Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi ibn Al-Gharabili
Bidang studi: Fiqih madzhab Syafi’i
Daftar Isi
Bab Rujuk
- Definisi Rujuk
- Cara Rujuk
- Syarat Orang Yang Rujuk
- Talak Ba’in Kubra
Kembali ke: Terjemah Kitab Fathul Qorib
- Definisi Rujuk
Lafadz “ar raj’ah” dengan terbaca fathah huruf ra’nya. Ada keterangan bahwa ra’nya terbaca kasrah. Raj’ah secara bahasa adalah kembali satu kali.
Dan secara syara’ adalah mengembalikan istri pada ikatan pernikahan saat masih menjalankan ‘iddah talak selain talak ba’in dengan cara tertentu.
Dengan bahasa “talak” mengecualikan wathi syubhat dan dhihar. Karena sesungguhnya halalnya melakukan wathi dalam kedua permasalahan tersebut setelah hilangnya sesuatu yang mencegah kehalalannya tidak bisa disebut ruju’.
Ketika seseorang mentalak istrinya satu atau dua kali, maka bagi dia diperkenankan ruju’ tanpa seizin sang istri selama masa ‘iddahnya belum habis.
- Cara Rujuk
Ruju’ yang dilakukan oleh orang yang bisa bicara sudah bisa hasil dengan menggunakan kata-kata, di antaranya adalah “raja’tuki (aku meruju’mu)” dan lafadz lafadz yang ditasrif dari lafadz “raj’ah.”
Menurut pendapat al ashah sesungguhnya ucapan al murtaji’ (suami yang ruju’),”aku mengembalikanmu pada nikahku” dan, “aku menahanmu pada nikahku” adalah dua bentuk kalimat ruju’ yang sharih.
-menurut al ashah- Sesungguhnya ucapan al murtaji’, “aku menikahimu”, atau, “aku menikahimu” adalah dua bentuk kalimat ruju’ yang kinayah.
- Syarat Orang Yang Rujuk
Syarat al murtaji’, jika ia tidak dalam keadaan ihram, adalah orang yang sah melakukan akad nikah sendiri.
Kalau demikian maka ruju’nya orang yang mabuk hukumnya sah.
Tidak sah ruju’nya orang murtad, anak kecil dan orang gila. Karena sesungguhnya masing-masing dari mereka bukan orang yang sah melakukan akad nikah sendiri.
Berbeda dengan orang yang safih dan budak. Maka ruju’ yang dilakukan keduanya sah tanpa ada izin dari wali dan majikan.
Walaupun awal pernikahan keduanya membutuhkan / tergantung pada izin wali dan majikannya.
Jika ‘iddah wanita yang tertalak raj’i telah selesai, maka bagi sang suami halal menikahinya dengan akad nikah yang baru.
Dan setelah akad nikah yang baru tersebut, maka sang istri hidup bersama suaminya dengan memiliki hak talak yang masih tersisa. Baik wanita tersebut sempat menikah dengan laki-laki lain ataupun tidak.
- Talak Ba’in Kubra
Jika suami mentalak sang istri dengan talak tiga, jika memang sang suami berstatus merdeka, atau talak dua jika sang suami berstatus budak, baik menjatuhkan sebelum melakukan jima’ atau setelahnya, maka wanita tersebut tidak halal bagi sang suami kecuali setelah wujudnya lima syarat.
Yang pertama, ‘iddah wanita tersebut dari suami yang telah mentalak itu telah habis.
Yang kedua, wanita tersebut telah dinikahkan dengan laki-laki lain, dengan akad nikah yang sah.
Yang ketiga, suami yang lain tersebut telah men-dukhul dan menjima’nya.
Yaitu suami yang lain tersebut memasukkan hasyafah atau seukuran hasyafah orang yang hasyafah-nya terpotong pada bagian vagina sang wanita, tidak pada duburnya.
Dengan syarat penisnya harus intisyar (berdiri), dan orang yang memasukkan alat vitalnya termasuk orang yang memungkinkan melakukan jima’, bukan anak kecil.
Yang ke empat, wanita tersebut telah tertalak ba’in dari suami yang lain itu.
Yang kelima, ‘iddahnya dari suami yang lain tersebut telah selesai.